Warung Jual Miras Ilegal Di Ujung Tanah Bone Disebut Kebal Hukum, Warga Resah Dan Geram
Bone – Warga Kelurahan Ujung Tanah, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Bone, dibuat resah oleh aktivitas warung penjual minuman keras (miras) ilegal yang masih bebas beroperasi tanpa tersentuh hukum. Warung tersebut diduga menjadi sumber keresahan sosial dan pemicu gangguan keamanan di kampung.
“Warung yang jual miras ini sudah lama, tidak ada izin (ilegal). Banyak warga sudah resah, kenapa bisa di kampung seperti ini miras bebas diperjualbelikan,” ungkap Irham, salah seorang warga, Rabu (27/8/2025).
Puncak kekesalan warga terjadi saat insiden Jumat (15/8/2025) lalu. Dua pemuda kedapatan menenggak miras di pelataran masjid setempat, tepat ketika jamaah hendak menunaikan salat isya. Irham yang melihat langsung mengusir mereka, sekaligus menanyakan asal minuman itu. Jawabannya mengejutkan: mereka menunjuk sebuah kios bernama “Kios Sufu”.
Merasa terpanggil menjaga ketentraman desanya, seorang pemuda lainnya, Ardi, mencoba mengklarifikasi langsung dengan pemilik kios. Melalui sambungan telepon pada 23 Agustus, sang pemilik, Sufu, tidak membantah tudingan warga. Bahkan, dengan nada menantang, ia mengaku tidak akan gentar meski polisi dari Polda Sulsel sekalipun turun melakukan penggerebekan.
“Dalam pembicaraan di telepon, dia tidak membantah kalau dirinya yang menjual miras itu. Parahnya lagi, dia malah menantang, bilang tidak akan gentar walaupun anggota Polda yang turun menggerebek,” tegas Ardi.
Laporan atas peristiwa minum miras di pelataran masjid sudah disampaikan warga ke pihak kepolisian. Namun hingga kini, belum ada tindakan nyata dari aparat. Warga pun mulai meragukan keberpihakan aparat dalam menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat.
“Masyarakat sempat melapor ke polisi, melalui Kanit Intel Polsek, tapi belum ada tindakan tegas. Bingung juga mau melapor ke mana lagi,” tambah Ardi dengan wajah kecewa.
Warga menegaskan, jika penjualan miras ilegal ini dibiarkan, bukan hanya merusak moral generasi muda, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial yang lebih besar. Mereka mendesak aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, untuk bersikap tegas, bukan hanya diam dan membiarkan keresahan semakin meluas.
“Harapan kami, pihak berwenang jangan tutup mata. Kalau masalah seperti ini saja tidak bisa ditindak, bagaimana masyarakat bisa percaya hukum masih ada di kampung ini,” tandas Ardi.