Aksi Demonstrasi Laskar Arung Palakka di PA Watampone, Ketua PA Tegaskan Beberapa Tuntutan Bukan Kewenangan Mereka
Bone, - Sekelompok massa yang tergabung dalam Laskar Arung Palakka menggelar aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Agama (PA) Watampone, Rabu (23/4), guna menyampaikan sejumlah tuntutan terkait penanganan perkara perdata.
Aksi tersebut menyoroti perkara Nomor 371/Pdt.G/2025/PA, yang salah satu penggugatnya diketahui merupakan aparatur sipil negara di lingkungan PA Watampone. Hal ini menimbulkan perhatian publik, terutama terkait potensi konflik kepentingan dan independensi proses hukum.
Ketua PA Watampone, Nurlinah K, S.H., M.H., dalam keterangannya kepada para demonstran, menegaskan bahwa beberapa poin dalam daftar tuntutan yang disampaikan massa berada di luar kewenangan lembaga yang ia pimpin.
“Poin nomor 1, 2, 3, 4, dan 6 bukan merupakan kewenangan Pengadilan Agama. Jika ingin menindaklanjuti hal tersebut, silakan disampaikan ke Mahkamah Agung,” ujar Nurlinah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemberhentian sementara terhadap salah satu panitera yang menjadi penggugat dalam perkara tersebut telah dilakukan sesuai prosedur, yaitu hanya selama proses sidang berlangsung guna menjaga netralitas.
Massa aksi juga mempertanyakan ketidakhadiran tergugat pada sidang perdana. Namun berdasarkan klarifikasi dari Kepala Cabang PT Pos Indonesia Bone, M. Najhip Yuda, keterlambatan pengiriman surat panggilan menjadi penyebab utama.
“Petugas kami sudah dua kali mendatangi alamat tergugat, namun tidak berhasil bertemu. Kami menyampaikan permohonan maaf dan akan melakukan evaluasi internal,” jelas Najhip.
Menanggapi usulan agar tergugat dihubungi melalui telepon, Ketua PA menegaskan bahwa hal tersebut tidak dapat dilakukan karena tidak sesuai dengan prosedur hukum acara.
“Panggilan harus dilakukan secara resmi sesuai ketentuan perundang-undangan. Panggilan melalui telepon tidak diperbolehkan,” tegas Nurlinah.
Sebagai bentuk transparansi, ia mengundang masyarakat untuk mengawal jalannya sidang secara terbuka dan tertib.
“Sidang ini terbuka untuk umum. Masyarakat dipersilakan hadir untuk menyaksikan langsung prosesnya, selama tidak mengganggu ketertiban,” imbuhnya.
Aksi yang mengatasnamakan kepentingan rakyat ini menuai beragam tanggapan, terutama mengenai substansi tuntutan dan dugaan keberpihakan terhadap pihak tertentu dalam perkara yang sedang berjalan.